Memetik Buah
Sore itu aku, baru pulang dari
tempat kerjaku. Dinyalakan sepeda motorku lalu tancap gas, maklum jalanan kota
Bandung di Sabtu siang memang sedang ramai-ramainya, apalagi dari arah Dago.
Dengan membonceng Lia teman sekantorku yang seorang designer graphis, kami
pun mengobrol sembari melewati panasnya jalanan siang itu.
Tiiiiiiiin!!
Suara klakson dari sebuah sepeda
motor 150cc membuyarkan obrolan kita.
“Biasa aja kali jalan masih lega
ini!” kataku dengan nada yang cukup tinggi, “Hahaha aneh dasar tuh orang,” balas
Lia mengomentari omelanku barusan.
Banyak sekali tipe orang di jalanan, ada yang
sukanya marah-marah di jalan seperti Bapak barusan, ada yang hobinya benyanyi, ada
juga yang entah dia memang pembalap atau memang gaya bermotornya seperti itu
yang sering membuat banyak pengguna jalan shock.
Setelah kejadian itu, kami lanjutkan
perjalanan—tidak lupa obrolan kecilpun sering terlontar dari mulut kami yang
memang di tempat kerjaan bisa di bilang ‘konyol’. Sampai juga di perempatan
Dago.
“Disini aja ya, soalnya ada polisi di depan
hehe,” kata ku
“Oh iya Ka, disini aja makasih ya
hati-hati di jalan,” balas Lia. Tentu saja aku tidak mau di tilang polisi
karena membonceng dia yang sedari tadi tidak memakai helm, jadi terpaksa aku
turunkan dia di situ.
Lalu aku pun menarik gas sepeda
motorku agar terhindar dari macet karena aku harus pergi ke kampus untuk
membayar uang kuliahku. Tapi tetap saja macet tidak bisa aku hindari di Sabtu
siang menjelang senja, dimana banyak orang yang hendak pergi hanya untuk melaksanakan
ritual ‘malam mingguan’. Sampailah aku di kampus, dan ternyata sesampainya di
kampus sedang dilaksanakan acara lomba paskibra tingkat SMP.
Aku parkirkan sepeda motorku, dan
segera berjalan melintasi kerumunan anak laki-laki SMP yang sedang menonton
acara lomba tersebut.
“Jar, itu bagian kamu tuh,” ujar seorang
anak SMP menggoda temannya untuk menggoda aku yang sedang berjalan. Heuh gatau apa gini-gini aku tuh udah
kuliah!dan umurku mungkin 10 tahun lebih tua dari kalian.
Memang ukuran tubuhku terbilang
kecil untuk ukuran seorang mahasiswi, tapi memangnya segitu kecilnya ya sampai
aku pun di usili oleh si bocah SMP itu? Haha sudahlah. Sampailah aku di ruang
pembayaran kuliah, disana ada Pak Baehaqi sedang mengobrol dengan seorang calon
mahasiswa yang sepertinya hendak mendaftar kuliah. Akhirnya tiba giliranku,
kubayar sejumlah uang yang setiap bulannya harus aku penuhi demi kelancaran
kuliahku. Selesai sudah administrasi bulananku, kunyalakan motor kembali menuju
rumah, tempat aku pulang.
Sialan, batinku. Baru
saja keluar dari kampus sudah macet begini, yasudahlah namanya juga malam
minggu. Akhirnya 10 menit lagi aku sampai di rumah, tiba-tiba
Ngek…ngeek
Mesin sepeda motorku mati.
Ku coba men-starternya lagi.
Tetap saja mati, ku buka tutup
tangki bensin dan melihat isinya. Sial, bensinnya habis. Padahal tinggal
sebentar lagi aku sampai di rumah. Akhirnya mau tak mau aku harus mendorong
sepeda motorku. Dengan susah payah aku mendorongnya, sesekali aku berhenti
untuk istirahat sekedar minum air mineral yang sedari tadi sudah ada di bagasi
depan motorku. Kulanjutkan lagi acara mendorong sepeda motor ini, rasanya
seperti sudah ngegym selama 2 jam! Geraaaah capek! Gumamku dalam hati.
“Kenapa neng di dorong motornya?” Tanya
seorang lelaki paruh baya yang sedang menunggu dagangannya.
“Ini pak, bensinnya habis,” jawabku
“Itu di depan ada POM bensin neng,”
kata si bapak lagi
“Iya pak makasih,” ujarku
Ya Tuhan, tidak adakah orang yang mau membantuku?
***
Hampir 10 menit aku mendorong sepeda
motorku, tak kuat lagi rasanya, padahal SPBU sudah berjarak sangat dekat. Akhirnya
pertolongan itupun tiba setelah hampir puluhan bahkan ratusan sepeda motor yang
lewat ada juga yang masih berbaik hati mau membantu.
“Kenapa teh bensinnya habis?” suara
seorang pemuda mengagetkanku dari belakang
“Iya kak, bensinnya habis.” Jawabku
“Boleh saya bantu dorong motornya?”
kata pemuda tadi menawarkan bantuan. Aaaah
akhirnya ada yang mau menolong.
“Memangnya nggak ngerepotin kak?”
“Engga apa-apa ko, ayo!”
Akhirnya dia membantuku mendorong
sepeda motorku dengan cara ‘di step’.
“Udah kak, sampai sini saja makasih
ya,”
“Iya sama-sama, lain kali kalo motor
matic jangan sampai habis bensinnya.”
kata si pemuda itu. “Iya makasih sekali lagi,” jawabku dengan semangat. Ku isi
bensin sampai penuh! Akhirnya motorku bisa berjalan lagi. Terima kasih kepada pemuda tadi yang entah siapa namanya sudah berbaik
hati menolongku.
Banyak hal yang aku dapat dari serangkaian
kejadian hari ini. Berbuat baik itu tak perlu dengan mengeluarkan uang, tak
perlu harus diliput seperti kebanyakan yang ada di layar kaca. Berbuat baik
bisa dilakukan kapanpun, dimanapun, dan pada siapapun. Bahwa sekecil apapun
kebaikan yang kamu tanam, suatu hari nanti pasti akan membawa kebaikan pula
untukmu.
***
0 komentar